Selasa, 11 Juni 2013

Makalah pribadi sosial Prilaku agresi anak



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang Masalah.
Berkowitz (1993), salah seorang yang di nilai paling kompeten dalam studi tentang agresi, membedakan agresi sebagai tingkah laku, bagaimana diindikasikan oleh baron, dengan agresi sebagai emosi yang bisa mengarah kepada tindakan agresif. Meskipun semakin banyak peneliti memakai definisi sebagaimana yang ia kemukakan, bukan berarti definisi ini diterima secara universal. Bahkan istilah agresi saat ini mempunyai bermacam-macam arti, baik dalam bidang ilmu pengetahuan maupun dalam pembicaraan sehari-hari. Karena itu menurut berkowitz, kita tidak bisa selalu yakin dengan apa ynag di maksudkan ketika seseorang disebut agresif atau sutu tindakan disebut kekerasan. Kamus tidaklah selalu membantu. Hal ini cukup beralasan, sebab, menurut berkowitz, beberapa yang sudah ia lihat menyatakan bahwa agresi berarti pelanggaran hak asasi orang lain dan tindakan atau cara yang menyakitkan, juga prilaku yang memeksakan kehendak. Satu sama lain tampaknya jauh berbeda, tetapi dalam bahasa inggris semuanya di sebut agresi. Psikiater dan mahasiswa jurusan prilaku  binatang pun tidak lebih akurat di banding kamus, mereka juga mempunyai pengertian sendiri ketika memakai istilah agresi. Selain itu, ternyata prilaku agresif itu banyak ragamnya. Yang lebih membuat rumut adalah bahwa satu prilaku yang sama.

 B.       Rumusan masalah

Untuk membicarakan agresi mengingat materinya sangat luas dan mengingat waktunya yang terbatas maka perkenankan kami dalam makalah ini hanya akan menyampaikan pokok-pokok permasalahannya yang meliputi:

1.    Definisi Prilaku Agresi
2.    Teori-Teori Agresi
3.    Faktor Pencetus Agresi
4.    Bentuk-Bentuk  Agresi
5.    Pengertian Agresi
6.    Cara Mengontrol Agresi
7.    Agresi 

BAB II
 PEMBAHASAN
A.   Pengertian

1.                    PENGERTIAN PERILAKU AGRESI
Menurut Buss (dalam Morgan, 1989), perilaku agresi adalah suatu perilaku yang dilakukan untuk menyakiti, mengancam atau membahayakan individuindividu atau objek-objek yang menjadi sasaran perilaku tersebut baik (secara fisik atau verbal) dan langsung atau tidak langsung. Menurut Atkinson (1999), perilaku agresi adalah perilaku yang dimaksudkan untuk melukai orang lain atau merusak harta benda.  Menurut Goble (1987) agresi adalah suatu reaksi terhadapfrustrasi atau ketidakmampuan memuaskan kebutuhan-kebutuhan psikologis dasar dan bukan naluri.
Baron dan Bryne (2000) mendefinisikan perilaku agresi sebagai suatu bentuk perilaku yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya perilaku tersebut. Berdasarkan definisi tersebut didapat empat pengertian mengenai agresi, pertama adalah agresi merupakan suatu bentuk perilaku bukan emosi, kebutuhan atau motif kedua adalah si pelaku agresi mempunyai maksud untuk mencelakakan korban yang dituju, ketiga adalah korban agresi yaitu makhluk hidup bukan benda mati, sedangkan yang keempat adalah korban dari perilaku agresi ini tidak menginginkan atau menghindarkan diri dari perilaku pelaku agresi.




2.        TEORI TEORI TENTANG AGRESI
1)        Teori bawaan
a.    Teori Naluri
Freud dalam teori psikoanalisis klasiknya mengemukakan bahwa agresi adalah satu dari dua naluri dasar manusia. Naluri Agresi atau tanatos ini merupakan pasangan dari naluri seksual atau eros. Jika Naluri Sex berfungsi untuk melanjutkan keturunan , Naluri Agresi berfungsi untuk mempertahankan jenis. Kedua Naluri tersebut berada dalam alam ketidak sadaran , Khususnya pada bagian dari kepribadian yang disebut id dapat dipenuhi. Kendalinya terletak pada bagian lain dari kepribadian yang dinamakan Super ego yang mewakili norma norma yang ada dalam masyarakat dan ego yang berhadapan dengan kenyataan.
K Lorenz 1976 Agresi merupakan bagian dari naluri hewan yang diperlukan untuk survival ( bertahan ), dalam proses evolusi. Agresi ini bersifat adaptif menyesuaikan diri terhadap lingkungan, bukan destruktif ( merusak lingkungan ).
b.    Teori Biologi
Teori biologi menjelaskan agresi dari proses faal maupun teori genetika ( Ilmu keturunan ). Yang mengajukan proses faal antara lain adalah Moyer 1976 yang berpendapat bahwa perilaku agresif ditentukan oleh proses tertentu yang terjadi di otak dan susunan syaraf pusat. Demikian pula hormon laki laki ( testoteron ) dipercaya sebagai pembawa sifat agresif .Kenakalan remaja lebih banyak terdapat pada remaja pria karena jumlah terstosteron menurun sejak usia 25 tahun.
Teori biologi yang meninjau perilaku agresif dari ilmu genetika dikemukakan oleh Lagerspetz ( 1979 ). Ia mengawinkan sejumlah tikus putih yang agresif dan tikus putih yang tidak agresif. Sesuai dengan hukum Mendel setelah 26 generasi diperoleh 50% tikus yang agresif dan 50% yang tidak agresif. Teori genetika ini juga dibuktikan melalui identifikasi ciri ciri agresif pada pasangan pasangan kembar identik, kembar non identik dan saudara saudara kandung non kembar.Hsilnya adalah bahwa ciri ciri yang sama paling banyak terdapat antara pasangan kembar identik  ( Rushton Russel & Wells 1984 )
2)      Teori Lingkungan
Teori Frustrasi –Agresi Klasik
Teori ini dikemukakan oleh Dollard dkk (1939) dan Miller ( 1941 ) ini intinya berpendapat bahwa agresi dipicu oleh frustasi. Frustasi itu sendiri artinya adalah hambatan terhadap pencapaian suatu tujuan. Dengan demikian Agresi merupakan pelampiasan dari perasaan frustasi
 Teori Frustasi – Agresi Baru.
Burnstein & Worchel (1962) yang membedakan frustasi dan iritasi. Iritasi ( gelisah , sebal ), frustasi ( kecewa , putus asa ). Frustasi lebih memicu agresi daripada iritasi.Selanjutnya Berkowitz ( 1978, 1989 ) mengatakan bahwa frustasi menimbulkan kemarahan dan emosi marah inilah yang memicu agresi. Marah itu sendiri baru timbul jika sumber frustasi dinilai mempunyai alternatif perilaku lain daripada perilaku yang yang menimbulkan frustasi itu.
Teori tentang perilaku Agresif banyak dikemukakan oleh para ahli, ada yang mengatakan bahwa perilaku agresif merupakan sifat bawaan, sedangkan ahli yang lain memandang karena adanya lingkungan  yaitu:
Perilaku Agresif sebagai Perilaku Bawaan
Freud (Barbara, 2005) dengan teorinya berpandangan bahwa perilaku individu didorong oleh dua kekuatan dasar yang menjadi bagian tak terpisahkan dari sifat kemanusiaan, yaitu perilaku agresif itu berasal dari insting mahluk hidup yang pada dasarnya pada diri manusia terdapat dua macam insting, yaitu insting kehidupan (eros) dan insting kematian (thanatos).
 Insting kehidupan terdiri atas insting reproduksi atau insting seksual dan insting- insting yang ditujukan untuk pemeliharaan hidup, sedangkan insting kematian memiliki tujuan untuk menghancurkan hidup individu (Hudaniyah dan Dayakisni, 2003)
Perilaku Agresif sebagai Perilaku Belajar
Menurut teori belajar, kondisi dan tingkah laku agresif terhadap individu lain bukan bersifat instingtif, tetapi diperoleh melalui belajar. Sears, dkk (1995) menyatakan mekanisme utama yang menentukan perilaku agresif manusia adalah proses balajar masa lampau.
Belajar melalui pengalaman coba-coba, pengajaran moral, instruksi khusus, pengalaman diri sendiri melalui pengamatan terhadap orang lain akan membantu mengajarkan cara merespon pada individu. Individu juga mempelajari bermacam- macam bentuk tingkah laku yang dapat diterima oleh masyarakat melalui cara mempelajari akibat penampilan dari respon tersebut (Sears, dkk, 1995).
Perilaku Agresif sebagai Perilaku Belajar Sosial
Teori belajar sosial menekankan kondisi lingkungan yang membuat seseorang memperoleh dan memelihara respon-respon agresif. Asumsi dasar teori ini adalah sebagian besar perilaku individu diperoleh sebagai hasil belajar melalui pengamatan (observasi) atas perilaku yang ditampilkan oleh individu-individu lain yang menjadi model (Hudaniyah dan Dayakisni, 2003).
.
3.  FAKTOR  PENCETUS AGRESI
Amarah
Marah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktifitas sistem saraf parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat yang biasanya disebabkan adanya kesalahan, yang mungkin nyata-nyata salah atau mungkin juga tidak (Davidoff, Psikologi suatu pengantar 1991). Pada saat marah ada perasaan ingin menyerang, meninju, menghancurkan atau melempar sesuatu dan biasanya timbul pikiran yang kejam. Bila hal-hal tersebut disalurkan maka terjadilah perilaku agresi.
Faktor Biologis
Ada beberapa faktor biologis yang mempengaruhi perilaku agresi (Davidoff, 1991):
1.      Gen tampaknya berpengaruh pada pembentukan sistem neural otak yang mengatur perilaku agresi. Dari penelitian yang dilakukan terhadap binatang, mulai dari yang sulit sampai yang paling mudah dipancing amarahnya,  faktor keturunan tampaknya membuat hewan jantan yang berasal dari berbagai jenis lebih mudah marah dibandingkan betinanya.
2.      Sistem otak. Prescott (Davidoff, 1991) menyatakan bahwa “orang yang berorientasi pada kenikmatan akan sedikit melakukan agresi sedangkan orang yang tidak pernah mengalami kesenangan, kegembiraan atau santai cenderung untuk melakukan kekejaman dan penghancuran (agresi).” Prescott yakin bahwa keinginan yang kuat untuk menghancurkan disebabkan oleh ketidakmampuan untuk menikmati sesuatu hal yang disebabkan cedera otak karena kurang rangsangan sewaktu bayi.
3.      Kimia darah. Kimia darah (khususnya hormon seks yang sebagian ditentukan faktor keturunan) juga dapat mempengaruhi perilaku agresi. Kenyataan menunjukkan bahwa pada wanita yang sedang mengalami masa haid, kadar hormon kewanitaan yaitu estrogen dan progresteron menurun jumlahnya akibatnya banyak wanita melaporkan bahwa perasaan mereka mudah tersinggung, gelisah, tegang dan bermusuhan. Selain itu banyak wanita yang melakukan pelanggaran hukum (melakukan tindakan agresi) pada saat berlangsungnya siklus haid ini.
Kesenjangan Generasi
Adanya perbedaan atau jurang pemisah (Gap) antara generasi anak dengan orang tuanya dapat terlihat dalam bentuk hubungan komunikasi yang semakin minimal dan seringkali tidak nyambung. Kegagalan komunikasi orang tua dan anak diyakini sebagai salah satu penyebab timbulnya perilaku agresi pada anak.
Lingkungan 
1.  Kemiskinan
Bila seorang anak dibesarkan dalam lingkungan kemiskinan, maka perilaku agresi mereka secara alami mengalami penguatan (Byod McCandless dalam Davidoff, 1991) / sebagai bentuk mekanisme pertahanan dirinya saat mendapatkan hinaan, ejekan dll.
2.  Anonimitas
Kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya dan kota besar lainnya menyajikan berbagai suara, cahaya dan bermacam informasi yang besarnya sangat luar biasa. Orang secara otomatis cenderung berusaha untuk beradaptasi dengan melakukan penyesuaian diri terhadap rangsangan yang berlebihan tersebut.
Terlalu banyak  rangsangan indra dan kognitif membuat dunia menjadi sangat impersonal, artinya antara satu orang dengan orang lain tidak lagi saling mengenal atau mengetahui secara baik.  Lebih jauh lagi, setiap individu  cenderung menjadi anonim (tidak mempunyai identitas diri). Bila seseorang merasa anonim ia cenderung berperilaku semaunya sendiri, karena ia merasa tidak lagi terikat dengan norma masyarakat dan kurang bersimpati pada orang lain.
3.  Suhu udara yang panas
Suhu suatu lingkungan yang tinggi memliki dampak terhadap tingkah laku sosial berupa peningkatan agresivitas. Pada tahun 1968 US Riot Comision pernah melaporkan bahwa dalam musim panas, rangkaian kerusuhan dan agresivitas massa lebih banyak terjadi di Amerika Serikat dibandingkan dengan musim-musim lainnya (Fisher et al, dalam Sarlito, Psikologi Lingkungan,1992
Peran Belajar Model Kekerasan
Dalam suatu penelitian Aletha Stein (Davidoff, 1991) dikemukakan bahwa “anak-anak yang memiliki kadar aagresi diatas normal akan lebih cenderung berlaku agresif, mereka akan bertindak keras terhadap sesama anak lain setelah menyaksikan adegan kekerasan dan meningkatkan agresi dalam kehidupan sehari-hari, dan ada kemungkinan efek ini sifatnya menetap”.
Dalam kehidupan bila terbiasa di lingkungan rumah menyaksikan peristiwa perkelahian antar orang tua dilingkungan rumah, ayah dan ibu yang sering cekcok dan peristiwa sejenisnya , semua itu dapat memperkuat perilaku agresi yang ternyata sangat efektif bagi dirinya.
Frustrasi
Frustrasi terjadi bila seseorang terhalang oleh sesuatu hal dalam mencapai suatu tujuan, kebutuhan, keinginan, pengharapan atau tindakan tertentu. Agresi merupakan salah satu cara berespon terhadap frustrasi.
Proses Pendisiplinan yang Keliru
Pendidikan disiplin yang otoriter dengan penerapan yang keras terutama dilakukan dengan memberikan hukuman fisik, dapat menimbulkan berbagai pengaruh yang buruk bagi remaja (Sukadji, Keluarga dan Keberhasilan Pendidikan, 1988). Pendidikan disiplin seperti itu akan membuat remaja menjadi seorang penakut,  tidak ramah dengan orang lain,  dan membeci orang yang memberi hukuman, kehilangan spontanitas serta inisiatif dan pada akhirnya melampiaskan kemarahannya dalam bentuk agresi kepada orang lain. Hubungan dengan lingkungan sosial berorientasi kepada kekuasaan dan ketakutan. Pola pendisiplinan tersebut dapat pula menimbulkan pemberontakan, terutama bila larangan-larangan yang bersangsi hukuman tidak diimbangi dengan alternatif (cara) lain yang dapat memenuhi kebutuhan yang mendasar.
4.        BENTUK- BENTUK AGRESI
Bentuk-bentuk agresi menurut Morgan, King, Weisz, & Schopler (1986) dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
BENTUK-BENTUK AGRESI
CONTOH
a.
Fisik, aktif, langsung
Menikam, memukul, atau menembak orang lain.
b.
Fisik, aktif, tidak langsung
Membuat perangkat untuk orang
lain, menyewa seorang pembunuh untuk membunuh
c.
Fisik, pasif, langsung
Secara fisik mencegah orang lain memperoleh tujuan yang diinginkan atau memunculkan tindakan yang diinginkan (misalnya : aksi duduk dalam demonstrasi).
d.
Fisik, pasif, tidak langsung
Menulak melakukan tugas-tugas
yang seharusnya (misalnya : menolak berpindah ketika melakukan aksi duduk).
e.
verbal, aktif, langsung
Menghina orang lain
f.
Verbal, aktif, tidak langsung
Menyebarkan gosip atau rumors yang jahat tentang orang lain.
g.
Verbal, pasif, langsung
Menolak berbicara ke orang lain, menolak menjawab pertanyaan, dll.

h.
Verbal, pasif, tidak langsung
Tidak mau membuat komentar verbal (misalnya: menolak berbicara ke orang lain yang menyerang dirinya bila dia dikritik secara tidak fair).
Sumber : Morgan dkk. (1986)
5.        PENGERTIAN AGRESI
Istilah agresi seringkali di sama artikan dengan agresif. Agresif adalah merupakan kata sifat dari agresif. Istilah agresif seringkali digunakan secara luas untuk menerangkan sejumlah besar tingkah laku yang memiliki dasar motivasional yang berbeda-beda dan sama sekali tidak mempresentasikan agresif atau tidak dapat disebut agresif dalam pengertian yang sesungguhnya. Dengan penggunaan istilah agresif yang simpang siur atau tidak konsisten, penguraian tingkah laku khususnya tingkah laku yang termasuk ke dalam kategori agresif menjadi kabur, dan karenanya menjadi sulit untuk memahami apa dan bagaimana sesungguhnya yang disebut tingkah laku agresif atau agresi itu (Koeswara,1988).
Agresif menurut Baron (dalam Koeswara,1998) adalah tingkah laku yang dijalankan oleh individu dengan tujuan melukai atau mencelakakan individu lain. Myers (dalam Adriani,1985) mengatakan tingkah laku agresif adalah tingkah laku fisik atau verbaluntuk melukai orang lain. Menurut Dollar dan Miler (dalam Sarwono, 1988) Agresi merupakan pelampiasan dari perasaan frustasi.

Menurut Berkowitz (1987), agresi merupakan suatu bentuk perilaku yang mempunyai niat tertentu untuk melukai secara fisik atau psikologis pada diri orang lain. Murray (dalam Hall dan Lindzey,1981) mengatakan bahwa agresi adalah suatu cara untuk mengatasi perlawanan dengan kuat atau menghukum orang lain.
6.        CARA MENGONTROL AGRESI
Menurut Koeswara (1988), cara atau teknik sebagai langkah langkah konkret yang dapat diambil untuk mencegah kemunculan atau berkembangnya tingkah laku agresi itu adalah :  Penanaman modal, pengembangan tingkah laku non agresi, dan pengembangan kemampuan memberikan empati.

a.  Penanaman Modal
Penanaman modal merupakan langkah yang paling tepat untuk mencegah kemunculan tingkah laku agresi. Penanaman moral ini akan berhasil apabila dilaksanakan secara berkesinambungan dan konsisten sejak usia dini di berbagailingkungan dengan melibatkan segenap pihak yang memikul tanggung jawab dalam proses sosialisasi.
b. Pengembangan Tingkah Laku Non Agresi
Untuk mencegah berkembangnya tingkah laku agresi, yang perlu dilakukan adalah mengembangkan nilai-nilai yang mendukung perkembangan tingkah laku non agresi, dan menghapus atau setidaknya mengurangi nilai-nilai yang mendorong perkembangan tingkah laku agresi.
c. Pengembangan Kemampuan Memberikan Empati
Pencegahan tingkah laku agresi bisa dan perlu menyertakan pengembangan kemampuan mencintai pada individu-individu. Adapun kemampuan mencintai itu sendiri dapat berkembang dengan baik apabila individu-individu dilatih dan melatih diri untuk mampu menempatkan diri dalam dunia batin sesama serta mampu memahami apa yang dirasakan atau dialami dan diinginkan maupun tidak diinginkan sesamanya.Pengembangan kemampuan memberikan empati merupakan langkah yang perlu diambil dalam rangka mencegah berkembangnya tingkah laku agresi.

7.        AGRESI SEKSUAL
Meliputi :
1.        Obsesi, Simptom Psychastenia adalah Obsesi Simptom Psychastenia yang berikutnya setelah phobia.  Definisi obsessi adalah ide-ide atau emosi yang terus-menerus melekat dalam pikiran dan hati, dan tak mau hilang, sesungguhnya individu yang bersangkutan secara sadar selalu berusaha untuk menghilangkannya.
Penyakit psychastenia sering disertai gejala obsessi ini. biasanya Obsesi Simptom Psychastenia tersebut tidak menyenangkan, tidak rasional, tapi tidak bisa dibendung atau dilenyapkan. Asal mula obsessi tidak diketahui oleh penderita itu sendiri. Merupakan ide ”imperative”/keharusan,yang khas terdapat pada gejala psikoneurosis lainnya.

Sebab-sebab Obsesi, Simptom Psychastenia

  1. Menurut Freud adalah: Penekanan pengalaman-pengalaman seksual di masa lampau. Ada pengalaman godaan seksual, yang di ikuti oleh agresi seksual.
  2. Timbul konflik di antara kecenderungan untuk melakukan sesuatu perbuatan sebab didorong satu nafsu keinginan, melawan ketakutan yang hebat untuk melakukannya; atau takut akan konsekuensi akibat dari perbuatan tadi. Juga ada konflik khronis di antara elemen-elemen yang tertekan itu.

Treatment: Dengan jalan menemukan mula-sebab pengalaman-pengalaman pahit yang ditekan. Agar supaya diberi jalan adjustment untuk menjabarkan dan menghilangkan konflik-konflik batin tersebut.

2          Teori bahwa frustrasi seksual membuat orang lebih agresif, dan seks dapat menguras testosteron - hormon terkait kinerja atletik - keluar dari tubuh.
3          Penelitian baru yang dilakukan di Universitas McMaster menunjukkan bahwa baik pria/wanita yang bersaing untuk mendapatkan perhatian, menjadi lebih agresif terhadap mereka yang di pandang sebagai saingan seksual.
4          ORANG-orang yang suka berkelahi atau bikin onar mungkin tak pernah sadar jika hobinya itu mungkin memberi efek yang sama dengan seks. Penelitian terbaru memastikan, kepuasan karena berkonflik sama dengan berhubungan seksual. Para ilmuwan telah menemukan hubungan antara gairah seksual dan perilaku agresif.













8.        Contoh kasus

Fenomena Tawuran antar Pelajar

tawuran, sepertinya masyarakat Indonesia sudah tidak asing lagi. Hampir setiap minggu, berita itu menghiasimedia massa. Bukan hanya tawuran antar pelajar saja yang menghiasi kolom-kolom media cetak, tetapi tawuran antar polisi dan tentara antar polisi pamong praja dengan pedagang kaki lima, sungguh menyedihkan. Inilah fenomena yang terjadi di masyarakat kita. Tawuran antar pelajar maupun tawuran antar remaja semakin menjadi semenjak terciptanya geng-geng.

Perilaku anarki selalu dipertemukan  antar pelajar saja yang menghiasi kolom-kolom media cetak, tetapi tawuran antar polisi dan tentara , antar polisi pamong praja dengan pedagang kaki lima, sungguh menyedihkan. Inilah fenomena yang terjadi di masyarakat kita. Tawuran antar pelajar maupun tawuran antar remaja semakin menjadi semenjak terciptanya geng-geng. Perilaku anarki selalu dipertontonkan di tengah-tengah masyarakat.

Mereka itu sudah tidak merasa bahwa perbuatan itu sangat tidak terpuji dan bisa mengganggu ketenangan  pelajar saja yang menghiasi kolom-kolom media cetak, tetapi tawuran antar polisi dan tentara , antar polisi pamong praja dengan pedagang kaki lima, sungguh menyedihkan. Inilah fenomena yang terjadi di masyarakat kita. Tawuran antar pelajar maupun tawuran antar remaja semakin menjadi semenjak terciptanya geng-geng.

Perilaku anarki selalu dipertontonkan di tengah-tengah masyarakat. Mereka itu sudah tidak merasa bahwa perbuatan itu sangat tidak terpuji dan bisa mengganggu ketenangan masyarakat Indonesia. Sehingga jika mendengar kata tawuran, sepertinya masyarakat Indonesia sudah tidak asing lagi. Hampir setiap minggu, berita itu menghiasi media massa. Bukan hanya tawuran antar pelajar saja yang menghiasi kolom-kolom media cetak, tetapi tawuran antar polisi dan tentara , antar polisi pamong praja dengan pedagang kaki lima, sungguh menyedihkan. Inilah fenomena yang terjadi di masyarakat kita. Tawuran antar pelajar maupun tawuran antar remaja semakin menjadi semenjak terciptanya generasi yang tidak bertanggung jawab.

Tawuran sepertinya sudah menjadi bagian dari budaya bangsa Indonesia. Sehingga jika mendengar kata tawuran, sepertinya masyarakat Indonesia sudah tidak asing lagi. Hampir setiap minggu, berita itu menghiasi media massa. Bukan hanya tawuran antar pelajar saja yang menghiasi kolom-kolom media cetak, tetapi tawuran antar polisi dan tentara , antar polisi pamong praja dengan pedagang kaki lima, sungguh menyedihkan. Inilah fenomena yang terjadi di masyarakat kita.

Tawuran antar pelajar maupun tawuran antar remaja semakin menjadi semenjak terciptanya geng-geng. Perilaku anarki selalu dipertontonkan di tengah-tengah masyarakat. Mereka itu sudah tidak merasa bahwa perbuatan itu sangat tidak terpuji dan bisa mengganggu ketenangan masyarakat.Sebaliknya mereka merasa bangga jika masyarakat itu takut dengan gengkelompoknya. Seorang pelajar seharusnya tidak melakukan tindakan yang tidak terpuji seperti itu.Biasanya permusuhan antar sekolah dimulai dari masalah yang sangat sepele. Namun remaja yang masih labil tingkat emosinya justru menanggapinya sebagai sebuah tantangan. Pemicu lain biasanya dendam Dengan rasa kesetiakawanan yang tinggi para siswa tersebut akan membalas perlakuan yang disebabkan oleh siswa sekolah yang dianggap merugikan seorang siswa atau mencemarkan nama baik sekolah tersebut.Sebenarnya jika kita mau melihat lebih dalam lagi, salah satu akar permasalahannya adalah tingkat kestressan siswa yang tinggi dan pemahaman agama yang masih rendah. Sebagaimana kita tahu bahwa materi pendidikan sekolah.





Solusi yang dapat di tawarkan untuk mengurangi fenomena  tawuranyang terjadi:

Untuk mengatasi masalah tawuran antar pelajar,  penulis akan mengambil dua teori.
1.        Kartini Kartono”
Dia menyebutkan bahwa untuk mengatasi tawuran antar pelajar atau kenakalan remaja pada umumnya adalah:
a.         Banyak mawas diri, melihat kelemahan dan kekurangan sendiri, dan melakukankoreksi terhadap kekeliruan yang sifatnya tidak mendidik dan tidak menuntun
b.        Memberi kesempatan kepada remaja untuk beremansipasi dengan cara yang baik dan sehat
c.         Memberikan bentuk kegiatan dan pendidikan yang relevan dengan kebutuhan remaja zaman sekarang serta kaitannya dengan pengembangan bakat dan potensi remaja.

2.        Teori Dryfoos
dia menyebutkan untuk mengatasi tawuranpelajar atau kenakalan remaja pada umumnya harus diadakan program yang meliputi unsur-unsur sebagai berikut:2008
ü  program harus lebih luas cakupannya daripada hanya sekedar berfokus pada kenakalan.
ü  program harus memiliki komponen-komponen ganda, karena tidak ada satu punkomponen yang berdiri sendiri sebagai peluru ajaib yang dapat memerangi kenakalan
ü  program harus sudah dimulai sejak awal masa perkembangan anak untuk mencegahmasalah belajar dan berperilaku
ü   sekolah memainkan peranan penting
ü  upaya-upaya harus diarahkan pada institusional daripada pada perubahan individual,yang menjadi titik berat adalah meningkatkan kualitas pendidikan bagi anak-anak yangkurang beruntung
ü  memberi perhatian kepada individu secara intensif dan merancang program unik bagisetiap anak merupakan faktor yang penting dalam menangani anak-anak yang berisikotinggi untuk menjadi nakal
ü  manfaat yang didapatkan dari suatu program sering kali hilang saat program tersebut dihentikan, oleh karenanya perlu dikembangkan program yang sifatnyaberkesinambungan


BAB III
PENUTUP

A.           Kesimpulan

a)        Agresi adalah tingkah laku individu ang di tunjukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut
b)        Dengan agresi sebagai emosi yang bisa mengarah kepada tindakan-tindakan agresif, berkowitz  membedakan agresi dalam dua macam, yakni agresi instruresi di bagi dalam mental dan agresi benci.
c)        Teori-teori tentang agresi di bagi dalam dua kategori utama yaitu teori-teori yang berpandangan bahwa agresi bersifat naluriah atau merupakan kodrat bawaan manusia.
d)        Mengendalikan emosi itu penting. Hal ini didasarkan atas kenyataan bahwa emosi mempunyai kemampuan untuk mengomunikasikan diri kepada orang lain . Pada dasarnya, emosi bukan sekedar suatu reaksi umum, namun merupakan reaksi spesifik pula.
e)        Manusia bersifat damai hanya terdapat manusia lain dalam kelompok kecinya saja, misalnya terhadap sesama anggota clan. Sebaliknya manusia memusuhi orang-orang dari luar kelompoknya dan ingin menghancurkan mereka untuk mempertahankan eksistensi kelompoknya sendiri.

B.       Saran
Hendaknya bagi rekan-rekan sekalian baik mahasiswa/i tidak hanya menggunakan rujukan dalam makalah ini dalam mencari atau menambah wawasan tentang masalah yang di bahas namun juga mencari sumber lain yang lebih kompetens karena penulis menyadari bahwa makalah ini  masih jauh dari sempurna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Soal kepribadian bk

    Jawablah pertanyaan-pertanyaan dibawah ini dengan positif (+) bila sesuai dengan anda, atau negatif (-) bila tidak sesuai dengan anda....