BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah.
Berkowitz (1993), salah seorang yang di nilai paling
kompeten dalam studi tentang agresi, membedakan agresi sebagai tingkah laku,
bagaimana diindikasikan oleh baron, dengan agresi sebagai emosi yang bisa
mengarah kepada tindakan agresif. Meskipun semakin banyak peneliti memakai
definisi sebagaimana yang ia kemukakan, bukan berarti definisi ini diterima
secara universal. Bahkan istilah agresi saat ini mempunyai bermacam-macam arti,
baik dalam bidang ilmu pengetahuan maupun dalam pembicaraan sehari-hari. Karena
itu menurut berkowitz, kita tidak bisa selalu yakin dengan apa ynag di
maksudkan ketika seseorang disebut agresif atau sutu tindakan disebut
kekerasan. Kamus tidaklah selalu membantu. Hal ini cukup beralasan, sebab,
menurut berkowitz, beberapa yang sudah ia lihat menyatakan bahwa agresi berarti
pelanggaran hak asasi orang lain dan tindakan atau cara yang menyakitkan, juga
prilaku yang memeksakan kehendak. Satu sama lain tampaknya jauh berbeda, tetapi
dalam bahasa inggris semuanya di sebut agresi. Psikiater dan mahasiswa jurusan
prilaku binatang pun tidak lebih akurat di banding kamus, mereka juga
mempunyai pengertian sendiri ketika memakai istilah agresi. Selain itu,
ternyata prilaku agresif itu banyak ragamnya. Yang lebih membuat rumut adalah
bahwa satu prilaku yang sama.
B.
Rumusan masalah
Untuk membicarakan agresi mengingat materinya sangat
luas dan mengingat waktunya yang terbatas maka perkenankan kami dalam makalah
ini hanya akan menyampaikan pokok-pokok permasalahannya yang meliputi:
1. Definisi
Prilaku Agresi
2. Teori-Teori
Agresi
3. Faktor
Pencetus Agresi
4. Bentuk-Bentuk Agresi
5. Pengertian
Agresi
6. Cara
Mengontrol Agresi
7. Agresi
PEMBAHASAN
A. Pengertian
1.
PENGERTIAN
PERILAKU AGRESI
Menurut Buss (dalam Morgan, 1989),
perilaku agresi adalah suatu perilaku yang dilakukan untuk menyakiti, mengancam
atau membahayakan individuindividu atau objek-objek yang menjadi sasaran
perilaku tersebut baik (secara fisik atau verbal) dan langsung atau tidak langsung.
Menurut Atkinson (1999), perilaku agresi adalah perilaku yang dimaksudkan untuk
melukai orang lain atau merusak harta benda. Menurut Goble (1987) agresi adalah suatu
reaksi terhadapfrustrasi atau ketidakmampuan memuaskan kebutuhan-kebutuhan
psikologis dasar dan bukan naluri.
Baron dan Bryne (2000)
mendefinisikan perilaku agresi sebagai suatu bentuk perilaku yang ditujukan
untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya
perilaku tersebut. Berdasarkan definisi tersebut didapat empat pengertian
mengenai agresi, pertama adalah agresi merupakan suatu bentuk perilaku bukan
emosi, kebutuhan atau motif kedua adalah si pelaku agresi mempunyai maksud
untuk mencelakakan korban yang dituju, ketiga adalah korban agresi yaitu
makhluk hidup bukan benda mati, sedangkan yang keempat adalah korban dari
perilaku agresi ini tidak menginginkan atau menghindarkan diri dari perilaku
pelaku agresi.
2.
TEORI TEORI TENTANG AGRESI
1)
Teori bawaan
a.
Teori Naluri
Freud dalam teori psikoanalisis klasiknya mengemukakan
bahwa agresi adalah satu dari dua naluri dasar manusia. Naluri Agresi atau
tanatos ini merupakan pasangan dari naluri seksual atau eros. Jika Naluri Sex
berfungsi untuk melanjutkan keturunan , Naluri Agresi berfungsi untuk
mempertahankan jenis. Kedua Naluri tersebut berada dalam alam ketidak sadaran ,
Khususnya pada bagian dari kepribadian yang disebut id dapat dipenuhi.
Kendalinya terletak pada bagian lain dari kepribadian yang dinamakan Super ego
yang mewakili norma norma yang ada dalam masyarakat dan ego yang berhadapan
dengan kenyataan.
K Lorenz 1976 Agresi merupakan bagian dari naluri hewan
yang diperlukan untuk survival ( bertahan ), dalam proses evolusi. Agresi ini
bersifat adaptif menyesuaikan diri terhadap lingkungan, bukan destruktif (
merusak lingkungan ).
b.
Teori Biologi
Teori biologi menjelaskan agresi dari proses faal maupun
teori genetika ( Ilmu keturunan ). Yang mengajukan proses faal antara lain
adalah Moyer 1976 yang berpendapat bahwa perilaku agresif ditentukan oleh
proses tertentu yang terjadi di otak dan susunan syaraf pusat. Demikian pula
hormon laki laki ( testoteron ) dipercaya sebagai pembawa sifat agresif
.Kenakalan remaja lebih banyak terdapat pada remaja pria karena jumlah terstosteron
menurun sejak usia 25 tahun.
Teori biologi yang meninjau perilaku agresif dari ilmu
genetika dikemukakan oleh Lagerspetz ( 1979 ). Ia mengawinkan sejumlah tikus
putih yang agresif dan tikus putih yang tidak agresif. Sesuai dengan hukum
Mendel setelah 26 generasi diperoleh 50% tikus yang agresif dan 50% yang tidak
agresif. Teori genetika ini juga dibuktikan melalui identifikasi ciri ciri
agresif pada pasangan pasangan kembar identik, kembar non identik dan saudara
saudara kandung non kembar.Hsilnya adalah bahwa ciri ciri yang sama paling
banyak terdapat antara pasangan kembar identik ( Rushton Russel & Wells 1984 )
2)
Teori Lingkungan
Teori Frustrasi –Agresi Klasik
Teori ini dikemukakan oleh Dollard dkk (1939) dan Miller ( 1941 ) ini
intinya berpendapat bahwa agresi dipicu oleh frustasi. Frustasi itu sendiri
artinya adalah hambatan terhadap pencapaian suatu tujuan. Dengan demikian
Agresi merupakan pelampiasan dari perasaan frustasi
Teori Frustasi – Agresi Baru.
Burnstein & Worchel (1962) yang membedakan frustasi dan iritasi.
Iritasi ( gelisah , sebal ), frustasi ( kecewa , putus asa ). Frustasi lebih
memicu agresi daripada iritasi.Selanjutnya Berkowitz ( 1978, 1989 ) mengatakan
bahwa frustasi menimbulkan kemarahan dan emosi marah inilah yang memicu agresi.
Marah itu sendiri baru timbul jika sumber frustasi dinilai mempunyai alternatif
perilaku lain daripada perilaku yang yang menimbulkan frustasi itu.
Teori tentang perilaku Agresif banyak dikemukakan oleh para ahli, ada
yang mengatakan bahwa perilaku agresif merupakan sifat bawaan, sedangkan ahli
yang lain memandang karena adanya lingkungan yaitu:
Perilaku
Agresif sebagai Perilaku Bawaan
Freud
(Barbara, 2005) dengan teorinya berpandangan bahwa perilaku individu didorong
oleh dua kekuatan dasar yang menjadi bagian tak terpisahkan dari sifat
kemanusiaan, yaitu perilaku agresif itu berasal dari insting mahluk hidup yang
pada dasarnya pada diri manusia terdapat dua macam insting, yaitu insting
kehidupan (eros) dan insting kematian (thanatos).
Insting kehidupan terdiri atas insting
reproduksi atau insting seksual dan insting- insting yang ditujukan untuk
pemeliharaan hidup, sedangkan insting kematian memiliki tujuan untuk
menghancurkan hidup individu (Hudaniyah dan Dayakisni, 2003)
Perilaku
Agresif sebagai Perilaku Belajar
Menurut
teori belajar, kondisi dan tingkah laku agresif terhadap individu lain bukan
bersifat instingtif, tetapi diperoleh melalui belajar. Sears, dkk (1995)
menyatakan mekanisme utama yang menentukan perilaku agresif manusia adalah
proses balajar masa lampau.
Belajar
melalui pengalaman coba-coba, pengajaran moral, instruksi khusus, pengalaman
diri sendiri melalui pengamatan terhadap orang lain akan membantu mengajarkan
cara merespon pada individu. Individu juga mempelajari bermacam- macam bentuk
tingkah laku yang dapat diterima oleh masyarakat melalui cara mempelajari
akibat penampilan dari respon tersebut (Sears, dkk, 1995).
Perilaku
Agresif sebagai Perilaku Belajar Sosial
Teori
belajar sosial menekankan kondisi lingkungan yang membuat seseorang memperoleh
dan memelihara respon-respon agresif. Asumsi
dasar teori ini adalah sebagian besar perilaku individu diperoleh sebagai hasil
belajar melalui pengamatan (observasi) atas perilaku yang ditampilkan oleh
individu-individu lain yang menjadi model (Hudaniyah dan Dayakisni, 2003).
.
3. FAKTOR
PENCETUS AGRESI
Amarah
Marah
merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktifitas sistem saraf parasimpatik
yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat yang biasanya
disebabkan adanya kesalahan, yang mungkin nyata-nyata salah atau mungkin juga
tidak (Davidoff, Psikologi suatu pengantar 1991). Pada saat marah ada perasaan
ingin menyerang, meninju, menghancurkan atau melempar sesuatu dan biasanya
timbul pikiran yang kejam. Bila hal-hal tersebut disalurkan maka terjadilah
perilaku agresi.
Faktor Biologis
Ada
beberapa faktor biologis yang mempengaruhi perilaku agresi (Davidoff, 1991):
1. Gen
tampaknya berpengaruh pada pembentukan sistem neural otak yang mengatur
perilaku agresi. Dari penelitian yang dilakukan terhadap binatang, mulai dari
yang sulit sampai yang paling mudah dipancing amarahnya, faktor keturunan
tampaknya membuat hewan jantan yang berasal dari berbagai jenis lebih mudah
marah dibandingkan betinanya.
2. Sistem otak.
Prescott (Davidoff, 1991) menyatakan bahwa “orang
yang berorientasi pada kenikmatan akan sedikit melakukan agresi sedangkan orang
yang tidak pernah mengalami kesenangan, kegembiraan atau santai cenderung untuk
melakukan kekejaman dan penghancuran (agresi).” Prescott yakin bahwa
keinginan yang kuat untuk menghancurkan disebabkan oleh ketidakmampuan untuk
menikmati sesuatu hal yang disebabkan cedera otak karena kurang rangsangan
sewaktu bayi.
3. Kimia darah.
Kimia darah (khususnya hormon seks yang sebagian ditentukan faktor keturunan)
juga dapat mempengaruhi perilaku agresi. Kenyataan menunjukkan bahwa pada
wanita yang sedang mengalami masa haid, kadar hormon kewanitaan yaitu estrogen
dan progresteron menurun jumlahnya akibatnya banyak wanita melaporkan
bahwa perasaan mereka mudah tersinggung, gelisah, tegang dan bermusuhan. Selain
itu banyak wanita yang melakukan pelanggaran hukum (melakukan tindakan agresi)
pada saat berlangsungnya siklus haid ini.
Kesenjangan
Generasi
Adanya perbedaan atau
jurang pemisah (Gap) antara generasi anak dengan orang tuanya dapat terlihat
dalam bentuk hubungan komunikasi yang semakin minimal dan seringkali tidak
nyambung. Kegagalan komunikasi orang tua dan anak diyakini sebagai salah satu
penyebab timbulnya perilaku agresi pada anak.
Lingkungan
1. Kemiskinan
Bila
seorang anak dibesarkan dalam lingkungan kemiskinan, maka perilaku agresi
mereka secara alami mengalami penguatan (Byod McCandless dalam Davidoff, 1991)
/ sebagai bentuk mekanisme pertahanan dirinya saat mendapatkan hinaan, ejekan
dll.
2. Anonimitas
Kota
besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya dan kota besar lainnya menyajikan
berbagai suara, cahaya dan bermacam informasi yang besarnya sangat luar biasa.
Orang secara otomatis cenderung berusaha untuk beradaptasi dengan melakukan
penyesuaian diri terhadap rangsangan yang berlebihan tersebut.
Terlalu
banyak rangsangan indra dan kognitif
membuat dunia menjadi sangat impersonal, artinya antara satu orang dengan orang
lain tidak lagi saling mengenal atau mengetahui secara baik. Lebih jauh
lagi, setiap individu cenderung menjadi
anonim (tidak mempunyai identitas diri). Bila seseorang merasa anonim ia
cenderung berperilaku semaunya sendiri, karena ia merasa tidak lagi terikat
dengan norma masyarakat dan kurang bersimpati pada orang lain.
3. Suhu udara yang panas
Suhu
suatu lingkungan yang tinggi memliki dampak terhadap tingkah laku sosial berupa
peningkatan agresivitas. Pada tahun 1968 US Riot Comision pernah
melaporkan bahwa dalam musim panas, rangkaian kerusuhan dan agresivitas massa
lebih banyak terjadi di Amerika Serikat dibandingkan dengan musim-musim lainnya
(Fisher et al, dalam Sarlito, Psikologi Lingkungan,1992
Peran Belajar
Model Kekerasan
Dalam
suatu penelitian Aletha Stein (Davidoff, 1991) dikemukakan bahwa “anak-anak yang memiliki kadar aagresi diatas
normal akan lebih cenderung berlaku agresif, mereka akan bertindak keras
terhadap sesama anak lain setelah menyaksikan adegan kekerasan dan meningkatkan
agresi dalam kehidupan sehari-hari, dan ada kemungkinan efek ini sifatnya
menetap”.
Dalam
kehidupan bila terbiasa di lingkungan rumah menyaksikan peristiwa perkelahian
antar orang tua dilingkungan rumah, ayah dan ibu yang sering cekcok dan
peristiwa sejenisnya , semua itu dapat memperkuat perilaku agresi yang ternyata
sangat efektif bagi dirinya.
Frustrasi
Frustrasi
terjadi bila seseorang terhalang oleh sesuatu hal dalam mencapai suatu tujuan,
kebutuhan, keinginan, pengharapan atau tindakan tertentu. Agresi merupakan
salah satu cara berespon terhadap frustrasi.
Proses
Pendisiplinan yang Keliru
Pendidikan disiplin yang otoriter dengan penerapan yang keras terutama
dilakukan dengan memberikan hukuman fisik, dapat menimbulkan berbagai pengaruh
yang buruk bagi remaja (Sukadji, Keluarga dan Keberhasilan Pendidikan, 1988).
Pendidikan disiplin seperti itu akan membuat remaja menjadi seorang
penakut, tidak ramah dengan orang
lain, dan membeci orang yang memberi
hukuman, kehilangan spontanitas serta inisiatif dan pada akhirnya melampiaskan
kemarahannya dalam bentuk agresi kepada orang lain. Hubungan dengan lingkungan
sosial berorientasi kepada kekuasaan dan ketakutan. Pola pendisiplinan tersebut
dapat pula menimbulkan pemberontakan, terutama bila larangan-larangan yang
bersangsi hukuman tidak diimbangi dengan alternatif (cara) lain yang dapat
memenuhi kebutuhan yang mendasar.
4.
BENTUK- BENTUK AGRESI
Bentuk-bentuk agresi menurut Morgan, King,
Weisz, & Schopler (1986) dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
BENTUK-BENTUK AGRESI
|
CONTOH
|
|
a.
|
Fisik, aktif, langsung
|
Menikam,
memukul, atau menembak orang lain.
|
b.
|
Fisik, aktif, tidak langsung
|
Membuat
perangkat untuk orang
lain,
menyewa seorang pembunuh untuk membunuh
|
c.
|
Fisik, pasif, langsung
|
Secara
fisik mencegah orang lain memperoleh tujuan yang diinginkan atau memunculkan
tindakan yang diinginkan (misalnya : aksi duduk dalam demonstrasi).
|
d.
|
Fisik, pasif, tidak langsung
|
Menulak
melakukan tugas-tugas
yang
seharusnya (misalnya : menolak berpindah ketika melakukan aksi duduk).
|
e.
|
verbal, aktif, langsung
|
Menghina orang lain
|
f.
|
Verbal, aktif, tidak langsung
|
Menyebarkan gosip atau rumors yang jahat
tentang orang lain.
|
g.
|
Verbal, pasif, langsung
|
Menolak
berbicara ke orang lain, menolak menjawab pertanyaan, dll.
|
h.
|
Verbal, pasif, tidak langsung
|
Tidak
mau membuat komentar verbal (misalnya: menolak berbicara ke orang lain yang
menyerang dirinya bila dia dikritik secara tidak fair).
|
Sumber : Morgan dkk. (1986)
5.
PENGERTIAN AGRESI
Istilah agresi seringkali di sama artikan
dengan agresif. Agresif adalah merupakan kata sifat dari agresif. Istilah
agresif seringkali digunakan secara luas untuk menerangkan sejumlah besar
tingkah laku yang memiliki dasar motivasional yang berbeda-beda dan sama sekali
tidak mempresentasikan agresif atau tidak dapat disebut agresif dalam
pengertian yang sesungguhnya. Dengan penggunaan istilah agresif yang simpang
siur atau tidak konsisten, penguraian tingkah laku khususnya tingkah laku yang
termasuk ke dalam kategori agresif menjadi kabur, dan karenanya menjadi sulit
untuk memahami apa dan bagaimana sesungguhnya yang disebut tingkah laku agresif
atau agresi itu (Koeswara,1988).
Agresif
menurut Baron (dalam Koeswara,1998) adalah tingkah
laku yang dijalankan oleh individu dengan tujuan melukai atau mencelakakan
individu lain. Myers (dalam Adriani,1985) mengatakan tingkah laku agresif
adalah tingkah laku fisik atau
verbaluntuk melukai orang lain. Menurut Dollar dan Miler (dalam Sarwono, 1988)
Agresi merupakan pelampiasan dari perasaan frustasi.
Menurut
Berkowitz (1987), agresi merupakan suatu bentuk perilaku yang mempunyai niat
tertentu untuk melukai secara fisik atau psikologis pada diri orang lain.
Murray (dalam Hall dan Lindzey,1981) mengatakan bahwa agresi adalah suatu cara
untuk mengatasi perlawanan dengan kuat atau menghukum orang lain.
6.
CARA MENGONTROL AGRESI
Menurut
Koeswara (1988), cara atau teknik sebagai langkah langkah konkret yang dapat
diambil untuk mencegah kemunculan atau berkembangnya tingkah laku agresi itu
adalah : Penanaman modal, pengembangan
tingkah laku non agresi, dan pengembangan kemampuan memberikan empati.
a.
Penanaman
Modal
Penanaman
modal merupakan langkah yang paling tepat untuk mencegah kemunculan tingkah
laku agresi. Penanaman moral ini akan berhasil apabila dilaksanakan secara
berkesinambungan dan konsisten sejak usia dini di berbagailingkungan dengan
melibatkan segenap pihak yang memikul tanggung jawab dalam proses sosialisasi.
b. Pengembangan Tingkah
Laku Non Agresi
Untuk
mencegah berkembangnya tingkah laku agresi, yang perlu dilakukan adalah
mengembangkan nilai-nilai yang mendukung perkembangan tingkah laku non agresi,
dan menghapus atau setidaknya mengurangi nilai-nilai yang mendorong
perkembangan tingkah laku agresi.
c.
Pengembangan Kemampuan Memberikan Empati
Pencegahan
tingkah laku agresi bisa dan perlu menyertakan pengembangan kemampuan mencintai
pada individu-individu. Adapun kemampuan mencintai itu sendiri dapat berkembang
dengan baik apabila individu-individu dilatih dan melatih diri untuk mampu
menempatkan diri dalam dunia batin sesama serta mampu memahami apa yang
dirasakan atau dialami dan diinginkan maupun tidak diinginkan
sesamanya.Pengembangan kemampuan memberikan empati merupakan langkah yang perlu
diambil dalam rangka mencegah berkembangnya tingkah laku agresi.
7.
AGRESI SEKSUAL
Meliputi :
1.
Obsesi, Simptom Psychastenia adalah Obsesi Simptom Psychastenia yang
berikutnya setelah phobia. Definisi obsessi adalah ide-ide atau emosi
yang terus-menerus melekat dalam pikiran dan hati, dan tak mau hilang,
sesungguhnya individu yang bersangkutan secara sadar selalu berusaha untuk
menghilangkannya.
Penyakit psychastenia sering disertai gejala obsessi ini. biasanya Obsesi Simptom
Psychastenia tersebut tidak menyenangkan, tidak rasional, tapi tidak
bisa dibendung atau dilenyapkan. Asal mula obsessi tidak diketahui oleh
penderita itu sendiri. Merupakan ide ”imperative”/keharusan,yang khas terdapat
pada gejala psikoneurosis lainnya.
Sebab-sebab Obsesi, Simptom Psychastenia
- Menurut Freud adalah: Penekanan pengalaman-pengalaman seksual di masa lampau. Ada pengalaman godaan seksual, yang di ikuti oleh agresi seksual.
- Timbul konflik di antara kecenderungan untuk melakukan sesuatu perbuatan sebab didorong satu nafsu keinginan, melawan ketakutan yang hebat untuk melakukannya; atau takut akan konsekuensi akibat dari perbuatan tadi. Juga ada konflik khronis di antara elemen-elemen yang tertekan itu.
Treatment: Dengan jalan menemukan mula-sebab pengalaman-pengalaman pahit yang ditekan. Agar supaya diberi jalan adjustment untuk menjabarkan dan menghilangkan konflik-konflik batin tersebut.
2
Teori bahwa frustrasi
seksual membuat orang lebih agresif, dan seks dapat menguras testosteron -
hormon terkait kinerja atletik - keluar dari tubuh.
3
Penelitian baru yang
dilakukan di Universitas McMaster menunjukkan bahwa baik pria/wanita yang
bersaing untuk mendapatkan perhatian, menjadi lebih agresif terhadap mereka yang
di pandang sebagai saingan seksual.
4
ORANG-orang yang suka
berkelahi atau bikin onar mungkin tak pernah sadar jika hobinya itu mungkin
memberi efek yang sama dengan seks. Penelitian terbaru memastikan, kepuasan
karena berkonflik sama dengan berhubungan seksual. Para ilmuwan telah menemukan
hubungan antara gairah seksual dan perilaku agresif.
8.
Contoh kasus
Fenomena Tawuran antar Pelajar
tawuran, sepertinya masyarakat
Indonesia sudah tidak asing
lagi. Hampir setiap minggu, berita itu menghiasimedia massa. Bukan hanya tawuran antar pelajar saja yang
menghiasi kolom-kolom media cetak, tetapi tawuran antar polisi dan tentara antar polisi pamong praja dengan pedagang kaki lima, sungguh menyedihkan.
Inilah fenomena yang terjadi di masyarakat kita. Tawuran antar pelajar maupun tawuran antar remaja semakin menjadi
semenjak terciptanya geng-geng.
Perilaku
anarki selalu dipertemukan antar pelajar saja yang menghiasi
kolom-kolom media cetak, tetapi tawuran antar
polisi dan tentara , antar polisi
pamong praja dengan pedagang kaki lima, sungguh menyedihkan. Inilah fenomena
yang terjadi di masyarakat kita. Tawuran antar pelajar maupun tawuran antar remaja semakin menjadi semenjak terciptanya geng-geng.
Perilaku anarki selalu dipertontonkan di tengah-tengah masyarakat.
Mereka
itu sudah tidak merasa bahwa perbuatan itu sangat tidak terpuji dan bisa
mengganggu ketenangan pelajar saja yang menghiasi
kolom-kolom media cetak, tetapi tawuran antar polisi dan tentara , antar polisi
pamong praja dengan pedagang kaki lima, sungguh menyedihkan. Inilah fenomena
yang terjadi di masyarakat kita. Tawuran antar pelajar maupun tawuran antar remaja semakin menjadi semenjak
terciptanya geng-geng.
Perilaku
anarki selalu dipertontonkan di tengah-tengah masyarakat. Mereka itu sudah
tidak merasa bahwa perbuatan itu sangat tidak terpuji dan bisa mengganggu
ketenangan masyarakat Indonesia.
Sehingga jika mendengar kata tawuran, sepertinya masyarakat Indonesia sudah tidak asing lagi.
Hampir setiap minggu, berita itu menghiasi media massa. Bukan hanya tawuran
antar pelajar saja yang menghiasi kolom-kolom media cetak, tetapi tawuran antar
polisi dan tentara , antar polisi pamong praja dengan pedagang kaki lima,
sungguh menyedihkan. Inilah fenomena yang terjadi di masyarakat kita. Tawuran
antar pelajar maupun tawuran antar remaja semakin menjadi semenjak terciptanya
generasi yang tidak bertanggung jawab.
Tawuran
sepertinya sudah menjadi bagian dari budaya bangsa Indonesia. Sehingga jika
mendengar kata tawuran, sepertinya masyarakat Indonesia sudah tidak asing lagi.
Hampir setiap minggu, berita itu menghiasi media massa. Bukan hanya tawuran
antar pelajar saja yang menghiasi kolom-kolom media cetak, tetapi tawuran antar
polisi dan tentara , antar polisi pamong praja dengan pedagang kaki lima,
sungguh menyedihkan. Inilah fenomena yang terjadi di masyarakat kita.
Tawuran
antar pelajar maupun tawuran antar remaja semakin menjadi semenjak terciptanya
geng-geng. Perilaku anarki selalu dipertontonkan di tengah-tengah masyarakat.
Mereka itu sudah tidak merasa bahwa perbuatan itu sangat tidak terpuji dan bisa
mengganggu ketenangan masyarakat.Sebaliknya mereka merasa bangga jika
masyarakat itu takut dengan gengkelompoknya. Seorang pelajar seharusnya tidak
melakukan tindakan yang tidak terpuji seperti itu.Biasanya permusuhan antar sekolah
dimulai dari masalah yang sangat sepele. Namun remaja yang masih labil tingkat
emosinya justru menanggapinya sebagai sebuah tantangan. Pemicu lain biasanya
dendam Dengan rasa kesetiakawanan yang tinggi para siswa tersebut akan membalas
perlakuan yang disebabkan oleh siswa sekolah yang dianggap merugikan seorang
siswa atau mencemarkan nama baik sekolah tersebut.Sebenarnya jika kita mau
melihat lebih dalam lagi, salah satu akar permasalahannya adalah tingkat
kestressan siswa yang tinggi dan pemahaman agama yang masih rendah. Sebagaimana
kita tahu bahwa materi pendidikan sekolah.
Solusi yang dapat di
tawarkan untuk mengurangi fenomena
tawuranyang terjadi:
Untuk mengatasi masalah tawuran antar pelajar, penulis akan mengambil dua teori.
1.
Kartini Kartono”
Dia menyebutkan bahwa untuk mengatasi tawuran antar pelajar atau
kenakalan remaja pada umumnya adalah:
a.
Banyak mawas diri, melihat kelemahan dan kekurangan sendiri, dan
melakukankoreksi terhadap kekeliruan yang sifatnya tidak mendidik dan tidak
menuntun
b.
Memberi kesempatan kepada remaja untuk beremansipasi dengan cara yang baik dan
sehat
c.
Memberikan bentuk kegiatan dan pendidikan yang relevan dengan kebutuhan
remaja zaman sekarang serta kaitannya dengan pengembangan bakat dan potensi
remaja.
2.
Teori Dryfoos
dia menyebutkan untuk mengatasi tawuranpelajar atau kenakalan remaja pada
umumnya harus diadakan program yang meliputi unsur-unsur sebagai berikut:2008
ü program harus lebih luas cakupannya daripada hanya
sekedar berfokus pada kenakalan.
ü program harus memiliki komponen-komponen ganda, karena
tidak ada satu punkomponen yang berdiri sendiri sebagai peluru ajaib yang dapat
memerangi kenakalan
ü program harus sudah dimulai sejak awal masa
perkembangan anak untuk mencegahmasalah belajar dan berperilaku
ü sekolah
memainkan peranan penting
ü upaya-upaya harus diarahkan pada institusional daripada
pada perubahan individual,yang menjadi titik berat adalah meningkatkan kualitas
pendidikan bagi anak-anak yangkurang beruntung
ü memberi perhatian kepada individu secara intensif dan
merancang program unik bagisetiap anak merupakan faktor yang penting dalam
menangani anak-anak yang berisikotinggi untuk menjadi nakal
ü manfaat yang didapatkan dari suatu program sering kali
hilang saat program tersebut dihentikan, oleh karenanya perlu dikembangkan
program yang sifatnyaberkesinambungan
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
a)
Agresi adalah tingkah laku individu
ang di tunjukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak
menginginkan datangnya tingkah laku tersebut
b)
Dengan agresi sebagai emosi yang
bisa mengarah kepada tindakan-tindakan agresif, berkowitz membedakan
agresi dalam dua macam, yakni agresi instruresi di bagi dalam mental dan agresi
benci.
c)
Teori-teori tentang agresi di bagi
dalam dua kategori utama yaitu teori-teori yang berpandangan bahwa agresi
bersifat naluriah atau merupakan kodrat bawaan manusia.
d)
Mengendalikan emosi itu
penting. Hal ini didasarkan atas kenyataan bahwa emosi mempunyai kemampuan
untuk mengomunikasikan diri kepada orang lain . Pada dasarnya, emosi bukan
sekedar suatu reaksi umum, namun merupakan reaksi spesifik pula.
e)
Manusia bersifat damai hanya
terdapat manusia lain dalam kelompok kecinya saja, misalnya terhadap sesama
anggota clan. Sebaliknya manusia memusuhi orang-orang dari luar kelompoknya dan
ingin menghancurkan mereka untuk mempertahankan eksistensi kelompoknya sendiri.
B. Saran
Hendaknya
bagi rekan-rekan sekalian baik mahasiswa/i tidak hanya menggunakan rujukan
dalam makalah ini dalam mencari atau menambah wawasan tentang masalah yang di
bahas namun juga mencari sumber lain yang lebih kompetens karena penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari sempurna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar